Jumat, 08 Februari 2013

CERPEN : Unexited-Holiday


    Unexited-Holiday
    Karya : Soraya Salma Rahmadita

    Rena melangkah keluar dari mobil tantenya. Liburan kali ini, ia akan menghabiskan seminggu waktu liburannya di rumah Tantenya. Tante Mira.
    Tante Mira tersenyum mengajak Rena masuk ke dalam rumahnya.
    Sedetik Rena menatap rumah di depan rumah Tante Mira. Entah rumah itu begitu aneh di matanya.
    Sembilan jam perjalanan Surabaya – Semarang memanglah bukan perjalanan yang pendek. Untunglah Tante Mira mau dengan suka rela menjemput Rena dari rumahnya.

    “Hai Rena” sapa Rafa lalu mengangkat tas koper besar Rena yang diangkatnya sedari tadi.
    “Hey thanks Rafa” jawab Rena diikuti lekuk lesung pipi di pipinya.
    “capek banget ya?” Tanya Rafa sembari menunjukan arah kamar untuk Rena.
    “iya nih banget bangetan udah mau copot kali nih badan duduk terus di mobil” keluh Rena mengangkat alisnya.
    Rafa membuka pintu kamar yang nggak jauh dari ruang tengah. Rena dengan cepat mengambrukkan tubuhnya ke kasur yang sudah tertata rapi itu.
    “istirahat dulu ya besok gue ajak jalan jalan” ucap Rafa sambil meletakkan koper Rena yang kemudian tergeletak di lantai.
    “oke” ucap Rena yang masih berbaring di kasur.
    Rafa melangkah keluar kamar.
    Rena menatap ke langit langit kamar. Entah mengapa terlintas difikirannya rumah di depan rumah Tante Mira tadi.
    Maklum rumah tante Mira itu kawasan perumahan jadi jarak satu rumah dengan rumah lainnya tak begitu jauh.
    Rena menurunkan kakinya ke lantai lalu beranjak ke depan kamar.
    Terlihat Rafa sedang duduk asik menonton acara bola live di TV.
    Rena menghampirinya.
    “wih Chelsea!” Rena tertarik bergabung.
    Ia duduk di sofa menonton acara bola yang terlihat kesebelasan pemain bola berbaju biru dan merah. Birunya Chelsea. Merahnya Arsenal.
    “gue pegang Arsenal kali” jawab Rafa menoleh sebentar lalu kembali menyaksikan pertandingan bola di depan matanya.
    “o..gitu” ucap Rena lalu menggembungkan pipinya sambil melirik sebentar ke Rafa.
    “AAAGGHHH hampir gool kampret!” geram Rafa.


    Rena terdiam sebentar.
    “fa rumah yang di depan itu…” ucap Rena yang penasaran dengan rumah yang sedari tadi menghantui pikirannya.
    Bagaimana tidak? Rumah itu bagus, dinding dindingnya bersih rapi. Namun kalau dilihat dari luar pagarnya sudah ditumbuhi inang inang seperti sudah lama tak terawat. Beda sekali dengan dinding rumah itu yang terlihat bersih. Inang inang tak tampak menggerogoti permukaan dinding. Bahkan walau di rumah itu ada sebuah pohon besar, tak terlihat daun tercecer di dalam pekarangannya. Daun daun tampak berserakan di pagar hingga luar pagar.
    “kenapa?” Tanya Rafa lalu menoleh.
    “aneh aja. Masa tadi..” belum selesai Rena berbicara Rafa memotongnya.
    “jangan coba coba kesana. Rumah itu berhantu” jawab Rafa lalu kembali mengarahkan matanya ke TV.
    “oh ya? Yang punya rumah kemana?” Rena penasaran.
    “udah setahun rumah itu kosong karena anak yang punya rumah hilang sampe sekarang belum di temukan” jawab Rafa tanpa menoleh.
    “hilang dimana? Gimana? Anaknya masih kecil? Nggak dicari?” Tanya Rena makin penasaran.
    “nggak ada yang tau dia dimana. Katanya sih diculik hantu. Anaknya kira kira seumuran elo. Udah nggak usah macem macem nggak usah nanya nanya soal itu lagi” Ucap Rafa menoleh kali ini agak lama.
    “AH tuh kan ke gol an!” geram Rafa menyipitkan matanya.
    “tidur deh lo! Kampret nih gue nggak bisa konsen nonton TV. Ke gol an kan!” ucap Rafa makin geram.
    “iya iya” jawab Rena pasrah.
    Padahal kan emang nggak ada hubungannya konsen nonton sama ke gol an. Mau nonton apa enggak kalo emang waktunya gol ya gol gol aja dong ya.
    Rena melangkah ke kamarnya. Kali ini sebelum tidur ia merapikan barang barang di kopernya. Sampai larut akhirnya ia mengantuk dan tidur.
    “enak tante..” ucap Rena melahap nasi goreng special buatan tante Mira.
    Pagi itu Tante Mira memasak nasi goreng sebagai menu sarapan.
    “oh ya? Rafa suka banget lho sama nasi gorengnya” ucap Tante Mira bungah lalu dengan tanpa sengaja tangannya tergores pisau kecil yang dipegangnya.
    “aduh!” rintih tante Mira menahan sakit.
    “tante nggak  apa apa?” Tanya rena khawatir.
    “Cuma luka sedikit, bentar ya tante mau ambil obat merah sama hansaplas” ucap tante Mira lalu beranjak
    “Rafa mana tante?” Teriak Rena yang belum melihat batang hidung Rafa pagi ini.
    “Jogging mungkin. Cek aja di depan” jawab tante Mira sambil terus melangkah kan kakinya mencari obat merah.
    “iya habisin nasi goreng dulu aja tante” jawab Rena masih keenakan dengan nasi goreng enak itu.
    Setelah selesai sarapan, Rena beranjak ke depan rumah.
    Kaget shock bukan kepayang Rena melihat Rafa memasuki rumah kosong di depan bersama seorang cewek.
    Kali ini rumah itu terlihat bersih rapi tak seperti semalam ketika ia melihatnya.
    Penasaran Rena pun mengikuti mereka. Pelan pelan ia membuka pintu pagar rumah itu.
    Pagarnya bersih. Tak sama seperti kemarin. Tak terlihat inang inang mengotori dinding pagar.
     Ia berharap tak ada suara yang ia keluarkan ketika ia membuka pintu pagar.
     Pintu pagar berhasil terbuka.
    Ia beranjak gesit melihat pintu depan tertutup. Akalnya tak hilang dengan mencari pintu lain selain pintu depan.
    Walau kurang etis masuk rumah orang lewat pintu depan namun ia harus bisa masuk tanpa ketahuan oleh Rafa dan si perempuan tadi.
    “Rafa jangan!!” teriak seorang perempuan.
    Rena menghela nafasnya mengamati sekitar lalu bersembunyi di balik dinding dapur rumah itu.
    “Hahahaha kamu caantik sekali Dina hahahaha” terdengar suara tawa Rafa.
    Rintihan tangis tak henti hentinya hilang.
    “Fa. Plis udah” suara seorang perempuan yang sepertinya bernama Dina sambil merintih menangis”
    “Jangan menangis sayang! Sebentar lagi! Hahaha” suara tawa Rafa tak henti hentinya terdengar.
    Rena berusaha menangkap apa yang terjadi. Apa ini? Apa itu benar benar Rafa? Rafa memperkosa perempuan? Di rumah yang dia bilang semalam adalah rumah berhantu? Apakah yang dikatakan Rafa semalam adalah bohong semata agar ia tak berusaha mendekati rumah tersebut ketika Rafa sedang menuahkan nafsu bejatnya?
    Suara tangisan perempuan itu masih terdengar. Tawa Rafa juga tak kalah terdengar.
    Dengan bejatnya Rafa merobek robek baju perempuan itu hingga benar benar tampak bugil di depan Rafa.
    Bagai hewan buas Rafa dengan hina menodai perempuan tersebut hingga berlumuran sperma.
    Suara tangis perempuan itu mereda. Rena masih menyaksikan itu semua di tempat yang sudah ia perkirakan tak kan tertangkap mata oleh Rafa.
    “Bajingan kamu Rafa” rintih perempuan itu menangis pelan berusaha menutupi tubuhnya sebisanya.
    Rafa memalingkan muka lalu beranjak keluar.
    “Aku akan laporkan kamu ke polisi Rafa!” ucap perempuan itu tegas dengan rintihan dan tangisan yang mulai mereda.
    Rafa menghentikan langkahnya. Lalu berbalik arah.
    “KEPARAT!! JANGAN COBA COBA KAMU!!” ucap Rafa melotot. Tangannya mencengkram dagu perempuan itu.
    “BAJINGAN KAMU RAFA!!” ucap perempuan itu menyemprotkan ludah ke muka Rafa.
    Rafa tampak semakin geram.
    Plaaaaaaaaaaaaaakk
    Rafa menamparnya keras hingga perempuan itu tersungkur ke lantai.
    Tangan Rafa berulang meninju muka perempuan itu hingga lemas. Darahnya bercucuran.
    Rafa melangkahkan kakinya ke dapur mengambil sebuah pisau tajam. Matanya memerah menggeram.
    “Ini salahmu Dina. Kamu menolakku! Maaf” ucap Rafa pada Dina yang sudah lunglai lemas tak berdaya.
     Dengan keras dan tak mantap Rafa menusukan pisau berulang kali ke perut perempuan itu.
    KYAT!
    CYAT!
    SYAT!
    Rafa menghela nafasnya.
    Rena yang melihat itu semua tak dapat menerimanya. Ia menelan ludahnya beberapa kali berharap apa yang ia lihat bukan sesuatu yang nyata.
    Rafa yang ia kenal adalah laki laki yang sopan. Mana mungkin ia memiliki fikiran untuk melakukan hal sekeji itu.
    Rafa mengangkat perempuan itu kebelakang rumah. Rena masih mengikutinya.
     Dengan upaya keras Rafa mencangkul tanah belakang dan membuat sebuah lubang. Mayat perempuan itu ia lemparkan keras begitu saja ke dalam lubang.
    Ia pun pergi dan kembali dengan seprai penuh sperma dan serbet bekas ia membersihkan darah lalu memasukkannya semua ke dalam lubang bersama dengan mayat perempuan itu.
    Dengan segera ia beranjak keluar.
    Rena masih mematung terkejut melihat itu semua. Rena tak pernah berfikir bahwa sepupunya akan bertindak seperti itu.
    “Setan apa yang sedang memasukimu, Rafa” ucap Rena lirih lalu beranjak keluar dengan pelan tanpa suara.
    Rena termenung diam. Masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
    Seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
    Rena terbangun. membuka matanya. Ia sedang berada di kamar yang semalam ia pakai tidur. Jadi?
    “Jadi ini semua hanya mimpi” ucap Rena lega lalu beranjak mandi.
    “Mimpi yang begitu nyata” gumam Rena pelan lalu melihat tante Mira membawakan dua piring nasi goreng.
    “kenapa Ren?” Tanya tante Mira melihat keponakannya yang sempat berbicara sendiri.
    “Oh engga apa apa tante” jawab Mira lalu mengambil sepiring nasi goreng yang dibawa tante Mira.
    “enak tante..” ucap Rena melahap nasi goreng special buatan tante Mira.
    Pagi itu Tante Mira memasak nasi goreng sebagai menu sarapan.
    “oh ya? Rafa suka banget lho sama nasi gorengnya” ucap Tante Mira bungah tanpa sengaja menggoreskan pisau kecil ke tangannya persis seperti apa yang ada di dalam mimpir Rena semalam.
    “aduh!” rintih tante Mira.
    “tante nggak  apa apa?” Tanya rena khawatir.
    Sedetik kemudian Rena teringat akan mimpinya. Percakapan mereka sama persis dengan apa yang ada di mimpinya semalam.
    “Cuma luka sedikit, bentar ya tante mau ambil obat merah sama hansaplas” ucap tante Mira lalu beranjak.
    Rena terdiam. Benar benar persis dengan apa yang ia mimpikan semalam.
    ‘Jangan jangan tadi malam itu adalah  firasat semacama de’javu kalau hari ini Rafa benar benar akan memperkosa seorang perempuan di rumah depan ya seperti yang di film Final Destination’ Rena bergumam dengan fikirannya.
    “Rafa mana tante?” Tanya Rena menghampiri tante Mira yang masih mencari obat merah kesana kemari.
    “Jogging mungkin. Cek aja di depan” jawab tante Mira sambil terus melangkah kan kakinya mencari obat merah.
    Rena terdiam. ‘Yak. Kayaknya memang benar mimpi tadi malam adalah pertanda kalau hari ini Rafa akan melakukan hal keji memperkosa perempuan itu lalu membunuhnya lalu menguburnya’ ucap Rena menyimpulkan fikiran dalam otaknya.
    “gue harus cegah Rafa!” gumam Rena lalu berlari keluar rumah.
    Di depan Rumah. Tampak Rafa yang sedang loncat loncat memegang handuk kecil sambil menghela keringatnya.
    “Rena!” sapa Rafa melambaikan tangan pada Rena.
    Kali ini kondisi di luar tak sama persis dengan yang terjadi dalam mimpinya.
    Rena menolehkan pandangannya ke rumah di depan. Masih sama seperti ia pertama kali melihatnya.
    Pagarnya masih terlihat kotor seperti tak terurus, namun dinding dindingnya bersih.
    Ya sama seperti pertama ia melihatnya. Daun daun hanya ada di luar pagar.
    “Hey. Disapa nggak dibales” gerutu Rafa kali ini sudah ada di depannya.
    “Eh Rafa” cengir Rena menjaga jarak.
    “kenapa?” Rafa menyipitkan matanya menatap Rena.
    “hmm hmm  eh gue gue gue nggak tau” ucap Rena padahal bukan itu yang ingin ia katakan.
    “nggak tau? Maksudnya?” Rafa menatapnya serius.
    Nampaknya Rafa mecurigai sesuatu pada diri Rena.
    Rena melangkahkan kakinya sedikit. Sehingga kini mukanya tak menghadap Rafa.
    “lo kenal Dina nggak?” Tanya Rena menundukkan kepalanya cemas.
    Rafa diam.
    Dengan ragu Rena membalikkan tubuhnya menghadap Rafa.
    Rafa menundukkan kepalanya. Rena cemas. Ia hanya ingin memastikan mimpinya semalam hanya hanyalah mimpi.
    “dulu gue pernah suka sama dia” jawab Rafa kaku lalu memasang muka sesal.
    “trus lo ditolak?” Tanya Rena perlahan.
    “Ya. Tebakan lo bener. Gue ditolak. Gue nggak tau apa yang ada difikirannya sampai akhirnya dia lebih milih temen gue yang gak seganteng gue. Tapi sekarang dia hilang” jawab Rafa dengan muka lemas sedih.
    “hilang kemana?”
    “Dia anak yang punya rumah itu kan?” Tanya Rena masih sambil menghela nafasnya perlahan.
    Rafa mengangguk memasang muka larut.
    Jelas sudah masalahnya. Jadi mimpi yang dialami Rena semalam adalah gambaran apa yang terjadi setahun yang lalu sebelum Dina dinyatakan hilang.
    Mimpi ini mengungkap misteri hilangnya Dina yang diduga diculik hantu.
    Rafa melakukannya karena ia tak dapat memiliki perempuan yang dikasihinya yang lebih memilih laki laki lain.
    Jadi Rafa memperkosa Dina. Lalu karena Dina mengancam akan lapor polisi, Rafa dengan tega membunuhnya dan menguburnya. Ya Rafa menguburnya bersama semua bukti bukti kelakuannya.
    Kini semua misteri itu ada di belakang rumah Dina. Ya tepat sekali.
    Rafa yang awalnya memasang muka surut sedih lalu mendongakkan kepalanya kemudian memasang muka sangar.
    “Lo tau darimana itu semua? Lo tau Dina darimana? Lo tau darimana kalo gue ditolak dia? Lo tau darimana kalo Dina itu anak pemilik rumah itu? Padahal kemarin lo tanya ke gue tentang rumah itu!” seru Rafa melotot.
    Rena terdiam. Tak tau apa yang harus ia katakan. Muka Rena memucat pasi. Nggak mungkin dia akan berbicara dan menceritakan jujur semua tentang mimpinya semalam.
    “Rena!” tatap Rafa dengan tatapan sipit.
    ‘Oh Tuhan’ gumam Rena dalam hati.
    Rafa berlari masuk ke dalam rumah. Rena mengikutinya. Dengan sigap Rafa meraih pisau di ruang makan lalu mengatungkannya ke  arah Rena.
    Tante Mira yang ada disitu terkejut tak bisa dan tak tau harus berkata apa.
    Rena menelan ludahnya. Hidupnya akan berakhir disini. Di liburannya. Liburan yang ia bayangkan akan lebih seru dari liburan liburan sebelumnya. Liburan yang harusnya ia nikmati bersama sepupu dan tantenya.
    Liburan dan semua bayangan liburan itu hilang seketika..
    “Rafa apa yang kamu lakukan!” seru tante Mira.
    Rafa masih mengacuhkannya.
    “tolong tante” seru Rena lirih memandang tajamnya pisau yang tadi sempat menggores jemari tante Mira.
    Rafa mendongakkan pisau itu ke  arah Rena lalu berjalan mundur.
    Rena masih mengikuti arah gerak Rafa. Hingga Rafa notok sampai ke meja buffet.
    Dengan muka menyeringai lemas Rafa mencuatkan kata kata.
    “Gue bakal bunuh lo bahkan gue bakal tusuk tusuk lo pakai pisau ini. Kalo..” Rafa menghela nafasnya sejenak.
    “Kalo lo nggak ngelaporin gue ke polisi!” ucap Rafa tegas dengan lemas menjatuhkan pisau itu lalu mengangkat telefon rumah dan menodongkan telefon ke Rena.
    “Fa..” ucap Rena menggelengkan kepalanya khawatir.
    Rena lemas, muatanya sayup sayup tak tega.
    “Gue salah Rena! Gue salah! Orang salah harus dihukum!” Rafa mendekatkan dirinya ke depan Rena lalu mengatungkan telepon itu ke tangan Rena.
    Tante Mira menangis. Tak tahu apa yang terjadi.
    Rena beranjak memeluk Tante Mira.
    “maafin aku mah” ucap Rafa diiringi tangis.
    “apa yang terjadi? Rafa! Rena!” ucap tante Mira menangis tak henti.
    “plis Ren, telfon polisi! Gue mohon” pinta Rafa dengan muka cemas.
    Dengan ragu Rena mengangkat gagang polisi menekan nomor telefon kantor polisi.
    Rena masih ragu dan meminta maaf kepada Rafa dan tante Mira.
    Tante Mira terus menangis tak henti.
    “maaf tante” ucap Rena diiringi tangis.
    “halo? Pak polisi?”
    Kini semua misteri terungkap. Mayat Dina yang kini tertinggal tulang belulangnya sudah dipindahkan keluarganya ke pemakaman umum.
    Keluarga Dina menerima dengan lapang dada misteri setahun yang baru terungkap itu.
    Kini Rafa mendekam di penjara. Baginya ini yang terbaik daripada harus dikejar oleh rasa takut akan rasa bersalahnya waktu silam.
     Tante Mira akhirnya mengerti permasalahannya. Ia menunggu Rafa kembali dari jeruji besi kuat itu.
    “Mama sayang kamu fa” peluk tante Mira pada rafa yang dibatasi oleh besi besi berdiri tegak kokoh.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar