Unexited-Holiday
Karya : Soraya Salma Rahmadita
Rena
melangkah keluar dari mobil tantenya. Liburan kali ini, ia akan menghabiskan
seminggu waktu liburannya di rumah Tantenya. Tante Mira.
Tante
Mira tersenyum mengajak Rena masuk ke dalam rumahnya.
Sedetik
Rena menatap rumah di depan rumah Tante Mira. Entah rumah itu begitu aneh di
matanya.
Sembilan
jam perjalanan Surabaya – Semarang memanglah bukan perjalanan yang pendek.
Untunglah Tante Mira mau dengan suka rela menjemput Rena dari rumahnya.
“Hai
Rena” sapa Rafa lalu mengangkat tas koper besar Rena yang diangkatnya sedari
tadi.
“Hey
thanks Rafa” jawab Rena diikuti lekuk lesung pipi di pipinya.
“capek
banget ya?” Tanya Rafa sembari menunjukan arah kamar untuk Rena.
“iya nih
banget bangetan udah mau copot kali nih badan duduk terus di mobil” keluh Rena
mengangkat alisnya.
Rafa
membuka pintu kamar yang nggak jauh dari ruang tengah. Rena dengan cepat
mengambrukkan tubuhnya ke kasur yang sudah tertata rapi itu.
“istirahat
dulu ya besok gue ajak jalan jalan” ucap Rafa sambil meletakkan koper Rena yang
kemudian tergeletak di lantai.
“oke”
ucap Rena yang masih berbaring di kasur.
Rafa
melangkah keluar kamar.
Rena
menatap ke langit langit kamar. Entah mengapa terlintas difikirannya rumah di
depan rumah Tante Mira tadi.
Maklum
rumah tante Mira itu kawasan perumahan jadi jarak satu rumah dengan rumah
lainnya tak begitu jauh.
Rena menurunkan
kakinya ke lantai lalu beranjak ke depan kamar.
Terlihat
Rafa sedang duduk asik menonton acara bola live di TV.
Rena
menghampirinya.
“wih
Chelsea!” Rena tertarik bergabung.
Ia duduk
di sofa menonton acara bola yang terlihat kesebelasan pemain bola berbaju biru
dan merah. Birunya Chelsea. Merahnya Arsenal.
“gue
pegang Arsenal kali” jawab Rafa menoleh sebentar lalu kembali menyaksikan
pertandingan bola di depan matanya.
“o..gitu”
ucap Rena lalu menggembungkan pipinya sambil melirik sebentar ke Rafa.
“AAAGGHHH
hampir gool kampret!” geram Rafa.
Rena
terdiam sebentar.
“fa
rumah yang di depan itu…” ucap Rena yang penasaran dengan rumah yang sedari
tadi menghantui pikirannya.
Bagaimana
tidak? Rumah itu bagus, dinding dindingnya bersih rapi. Namun kalau dilihat
dari luar pagarnya sudah ditumbuhi inang inang seperti sudah lama tak terawat.
Beda sekali dengan dinding rumah itu yang terlihat bersih. Inang inang tak
tampak menggerogoti permukaan dinding. Bahkan walau di rumah itu ada sebuah
pohon besar, tak terlihat daun tercecer di dalam pekarangannya. Daun daun
tampak berserakan di pagar hingga luar pagar.
“kenapa?”
Tanya Rafa lalu menoleh.
“aneh
aja. Masa tadi..” belum selesai Rena berbicara Rafa memotongnya.
“jangan
coba coba kesana. Rumah itu berhantu” jawab Rafa lalu kembali mengarahkan matanya
ke TV.
“oh ya?
Yang punya rumah kemana?” Rena penasaran.
“udah
setahun rumah itu kosong karena anak yang punya rumah hilang sampe sekarang
belum di temukan” jawab Rafa tanpa menoleh.
“hilang
dimana? Gimana? Anaknya masih kecil? Nggak dicari?” Tanya Rena makin penasaran.
“nggak
ada yang tau dia dimana. Katanya sih diculik hantu. Anaknya kira kira seumuran
elo. Udah nggak usah macem macem nggak usah nanya nanya soal itu lagi” Ucap
Rafa menoleh kali ini agak lama.
“AH tuh
kan ke gol an!” geram Rafa menyipitkan matanya.
“tidur
deh lo! Kampret nih gue nggak bisa konsen nonton TV. Ke gol an kan!” ucap Rafa
makin geram.
“iya
iya” jawab Rena pasrah.
Padahal
kan emang nggak ada hubungannya konsen nonton sama ke gol an. Mau nonton apa
enggak kalo emang waktunya gol ya gol gol aja dong ya.
Rena
melangkah ke kamarnya. Kali ini sebelum tidur ia merapikan barang barang di
kopernya. Sampai larut akhirnya ia mengantuk dan tidur.
“enak
tante..” ucap Rena melahap nasi goreng special buatan tante Mira.
Pagi itu
Tante Mira memasak nasi goreng sebagai menu sarapan.
“oh ya?
Rafa suka banget lho sama nasi gorengnya” ucap Tante Mira bungah lalu dengan tanpa
sengaja tangannya tergores pisau kecil yang dipegangnya.
“aduh!”
rintih tante Mira menahan sakit.
“tante
nggak apa apa?” Tanya rena khawatir.
“Cuma
luka sedikit, bentar ya tante mau ambil obat merah sama hansaplas” ucap tante
Mira lalu beranjak
“Rafa
mana tante?” Teriak Rena yang belum melihat batang hidung Rafa pagi ini.
“Jogging
mungkin. Cek aja di depan” jawab tante Mira sambil terus melangkah kan kakinya
mencari obat merah.
“iya
habisin nasi goreng dulu aja tante” jawab Rena masih keenakan dengan nasi
goreng enak itu.
Setelah
selesai sarapan, Rena beranjak ke depan rumah.
Kaget shock
bukan kepayang Rena melihat Rafa memasuki rumah kosong di depan bersama seorang
cewek.
Kali ini
rumah itu terlihat bersih rapi tak seperti semalam ketika ia melihatnya.
Penasaran
Rena pun mengikuti mereka. Pelan pelan ia membuka pintu pagar rumah itu.
Pagarnya
bersih. Tak sama seperti kemarin. Tak terlihat inang inang mengotori dinding
pagar.
Ia berharap tak ada suara yang ia keluarkan
ketika ia membuka pintu pagar.
Pintu pagar berhasil terbuka.
Ia
beranjak gesit melihat pintu depan tertutup. Akalnya tak hilang dengan mencari
pintu lain selain pintu depan.
Walau
kurang etis masuk rumah orang lewat pintu depan namun ia harus bisa masuk tanpa
ketahuan oleh Rafa dan si perempuan tadi.
“Rafa
jangan!!” teriak seorang perempuan.
Rena
menghela nafasnya mengamati sekitar lalu bersembunyi di balik dinding dapur
rumah itu.
“Hahahaha
kamu caantik sekali Dina hahahaha” terdengar suara tawa Rafa.
Rintihan
tangis tak henti hentinya hilang.
“Fa.
Plis udah” suara seorang perempuan yang sepertinya bernama Dina sambil merintih
menangis”
“Jangan
menangis sayang! Sebentar lagi! Hahaha” suara tawa Rafa tak henti hentinya
terdengar.
Rena
berusaha menangkap apa yang terjadi. Apa ini? Apa itu benar benar Rafa? Rafa
memperkosa perempuan? Di rumah yang dia bilang semalam adalah rumah berhantu?
Apakah yang dikatakan Rafa semalam adalah bohong semata agar ia tak berusaha
mendekati rumah tersebut ketika Rafa sedang menuahkan nafsu bejatnya?
Suara
tangisan perempuan itu masih terdengar. Tawa Rafa juga tak kalah terdengar.
Dengan
bejatnya Rafa merobek robek baju perempuan itu hingga benar benar tampak bugil
di depan Rafa.
Bagai
hewan buas Rafa dengan hina menodai perempuan tersebut hingga berlumuran
sperma.
Suara
tangis perempuan itu mereda. Rena masih menyaksikan itu semua di tempat yang
sudah ia perkirakan tak kan tertangkap mata oleh Rafa.
“Bajingan
kamu Rafa” rintih perempuan itu menangis pelan berusaha menutupi tubuhnya
sebisanya.
Rafa
memalingkan muka lalu beranjak keluar.
“Aku
akan laporkan kamu ke polisi Rafa!” ucap perempuan itu tegas dengan rintihan
dan tangisan yang mulai mereda.
Rafa
menghentikan langkahnya. Lalu berbalik arah.
“KEPARAT!!
JANGAN COBA COBA KAMU!!” ucap Rafa melotot. Tangannya mencengkram dagu
perempuan itu.
“BAJINGAN
KAMU RAFA!!” ucap perempuan itu menyemprotkan ludah ke muka Rafa.
Rafa
tampak semakin geram.
Plaaaaaaaaaaaaaakk
Rafa
menamparnya keras hingga perempuan itu tersungkur ke lantai.
Tangan
Rafa berulang meninju muka perempuan itu hingga lemas. Darahnya bercucuran.
Rafa
melangkahkan kakinya ke dapur mengambil sebuah pisau tajam. Matanya memerah menggeram.
“Ini
salahmu Dina. Kamu menolakku! Maaf” ucap Rafa pada Dina yang sudah lunglai
lemas tak berdaya.
Dengan keras dan tak mantap Rafa menusukan
pisau berulang kali ke perut perempuan itu.
KYAT!
CYAT!
SYAT!
Rafa
menghela nafasnya.
Rena
yang melihat itu semua tak dapat menerimanya. Ia menelan ludahnya beberapa kali
berharap apa yang ia lihat bukan sesuatu yang nyata.
Rafa
yang ia kenal adalah laki laki yang sopan. Mana mungkin ia memiliki fikiran
untuk melakukan hal sekeji itu.
Rafa
mengangkat perempuan itu kebelakang rumah. Rena masih mengikutinya.
Dengan upaya keras Rafa mencangkul tanah
belakang dan membuat sebuah lubang. Mayat perempuan itu ia lemparkan keras
begitu saja ke dalam lubang.
Ia pun
pergi dan kembali dengan seprai penuh sperma dan serbet bekas ia membersihkan
darah lalu memasukkannya semua ke dalam lubang bersama dengan mayat perempuan
itu.
Dengan
segera ia beranjak keluar.
Rena
masih mematung terkejut melihat itu semua. Rena tak pernah berfikir bahwa
sepupunya akan bertindak seperti itu.
“Setan
apa yang sedang memasukimu, Rafa” ucap Rena lirih lalu beranjak keluar dengan
pelan tanpa suara.
Rena
termenung diam. Masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Seseorang
menepuk pundaknya dari belakang.
Rena
terbangun. membuka matanya. Ia sedang berada di kamar yang semalam ia pakai tidur.
Jadi?
“Jadi
ini semua hanya mimpi” ucap Rena lega lalu beranjak mandi.
“Mimpi
yang begitu nyata” gumam Rena pelan lalu melihat tante Mira membawakan dua
piring nasi goreng.
“kenapa
Ren?” Tanya tante Mira melihat keponakannya yang sempat berbicara sendiri.
“Oh
engga apa apa tante” jawab Mira lalu mengambil sepiring nasi goreng yang dibawa
tante Mira.
“enak
tante..” ucap Rena melahap nasi goreng special buatan tante Mira.
Pagi itu
Tante Mira memasak nasi goreng sebagai menu sarapan.
“oh ya?
Rafa suka banget lho sama nasi gorengnya” ucap Tante Mira bungah tanpa sengaja
menggoreskan pisau kecil ke tangannya persis seperti apa yang ada di dalam
mimpir Rena semalam.
“aduh!”
rintih tante Mira.
“tante
nggak apa apa?” Tanya rena khawatir.
Sedetik
kemudian Rena teringat akan mimpinya. Percakapan mereka sama persis dengan apa
yang ada di mimpinya semalam.
“Cuma
luka sedikit, bentar ya tante mau ambil obat merah sama hansaplas” ucap tante
Mira lalu beranjak.
Rena
terdiam. Benar benar persis dengan apa yang ia mimpikan semalam.
‘Jangan
jangan tadi malam itu adalah firasat semacama
de’javu kalau hari ini Rafa benar benar akan memperkosa seorang perempuan di
rumah depan ya seperti yang di film Final Destination’ Rena bergumam dengan fikirannya.
“Rafa
mana tante?” Tanya Rena menghampiri tante Mira yang masih mencari obat merah
kesana kemari.
“Jogging
mungkin. Cek aja di depan” jawab tante Mira sambil terus melangkah kan kakinya
mencari obat merah.
Rena
terdiam. ‘Yak. Kayaknya memang benar mimpi tadi malam adalah pertanda kalau
hari ini Rafa akan melakukan hal keji memperkosa perempuan itu lalu membunuhnya
lalu menguburnya’ ucap Rena menyimpulkan fikiran dalam otaknya.
“gue
harus cegah Rafa!” gumam Rena lalu berlari keluar rumah.
Di depan
Rumah. Tampak Rafa yang sedang loncat loncat memegang handuk kecil sambil
menghela keringatnya.
“Rena!”
sapa Rafa melambaikan tangan pada Rena.
Kali ini
kondisi di luar tak sama persis dengan yang terjadi dalam mimpinya.
Rena
menolehkan pandangannya ke rumah di depan. Masih sama seperti ia pertama kali
melihatnya.
Pagarnya
masih terlihat kotor seperti tak terurus, namun dinding dindingnya bersih.
Ya sama
seperti pertama ia melihatnya. Daun daun hanya ada di luar pagar.
“Hey.
Disapa nggak dibales” gerutu Rafa kali ini sudah ada di depannya.
“Eh
Rafa” cengir Rena menjaga jarak.
“kenapa?”
Rafa menyipitkan matanya menatap Rena.
“hmm hmm
eh gue gue gue nggak tau” ucap Rena
padahal bukan itu yang ingin ia katakan.
“nggak
tau? Maksudnya?” Rafa menatapnya serius.
Nampaknya
Rafa mecurigai sesuatu pada diri Rena.
Rena
melangkahkan kakinya sedikit. Sehingga kini mukanya tak menghadap Rafa.
“lo
kenal Dina nggak?” Tanya Rena menundukkan kepalanya cemas.
Rafa
diam.
Dengan
ragu Rena membalikkan tubuhnya menghadap Rafa.
Rafa
menundukkan kepalanya. Rena cemas. Ia hanya ingin memastikan mimpinya semalam
hanya hanyalah mimpi.
“dulu
gue pernah suka sama dia” jawab Rafa kaku lalu memasang muka sesal.
“trus lo
ditolak?” Tanya Rena perlahan.
“Ya.
Tebakan lo bener. Gue ditolak. Gue nggak tau apa yang ada difikirannya sampai
akhirnya dia lebih milih temen gue yang gak seganteng gue. Tapi sekarang dia
hilang” jawab Rafa dengan muka lemas sedih.
“hilang
kemana?”
“Dia
anak yang punya rumah itu kan?” Tanya Rena masih sambil menghela nafasnya
perlahan.
Rafa
mengangguk memasang muka larut.
Jelas
sudah masalahnya. Jadi mimpi yang dialami Rena semalam adalah gambaran apa yang
terjadi setahun yang lalu sebelum Dina dinyatakan hilang.
Mimpi
ini mengungkap misteri hilangnya Dina yang diduga diculik hantu.
Rafa
melakukannya karena ia tak dapat memiliki perempuan yang dikasihinya yang lebih
memilih laki laki lain.
Jadi
Rafa memperkosa Dina. Lalu karena Dina mengancam akan lapor polisi, Rafa dengan
tega membunuhnya dan menguburnya. Ya Rafa menguburnya bersama semua bukti bukti
kelakuannya.
Kini
semua misteri itu ada di belakang rumah Dina. Ya tepat sekali.
Rafa
yang awalnya memasang muka surut sedih lalu mendongakkan kepalanya kemudian
memasang muka sangar.
“Lo tau
darimana itu semua? Lo tau Dina darimana? Lo tau darimana kalo gue ditolak dia?
Lo tau darimana kalo Dina itu anak pemilik rumah itu? Padahal kemarin lo tanya
ke gue tentang rumah itu!” seru Rafa melotot.
Rena terdiam.
Tak tau apa yang harus ia katakan. Muka Rena memucat pasi. Nggak mungkin dia
akan berbicara dan menceritakan jujur semua tentang mimpinya semalam.
“Rena!”
tatap Rafa dengan tatapan sipit.
‘Oh
Tuhan’ gumam Rena dalam hati.
Rafa
berlari masuk ke dalam rumah. Rena mengikutinya. Dengan sigap Rafa meraih pisau
di ruang makan lalu mengatungkannya ke
arah Rena.
Tante
Mira yang ada disitu terkejut tak bisa dan tak tau harus berkata apa.
Rena
menelan ludahnya. Hidupnya akan berakhir disini. Di liburannya. Liburan yang ia
bayangkan akan lebih seru dari liburan liburan sebelumnya. Liburan yang
harusnya ia nikmati bersama sepupu dan tantenya.
Liburan
dan semua bayangan liburan itu hilang seketika..
“Rafa
apa yang kamu lakukan!” seru tante Mira.
Rafa
masih mengacuhkannya.
“tolong
tante” seru Rena lirih memandang tajamnya pisau yang tadi sempat menggores
jemari tante Mira.
Rafa
mendongakkan pisau itu ke arah Rena lalu
berjalan mundur.
Rena
masih mengikuti arah gerak Rafa. Hingga Rafa notok sampai ke meja buffet.
Dengan
muka menyeringai lemas Rafa mencuatkan kata kata.
“Gue
bakal bunuh lo bahkan gue bakal tusuk tusuk lo pakai pisau ini. Kalo..” Rafa
menghela nafasnya sejenak.
“Kalo lo
nggak ngelaporin gue ke polisi!” ucap Rafa tegas dengan lemas menjatuhkan pisau
itu lalu mengangkat telefon rumah dan menodongkan telefon ke Rena.
“Fa..”
ucap Rena menggelengkan kepalanya khawatir.
Rena
lemas, muatanya sayup sayup tak tega.
“Gue
salah Rena! Gue salah! Orang salah harus dihukum!” Rafa mendekatkan dirinya ke
depan Rena lalu mengatungkan telepon itu ke tangan Rena.
Tante
Mira menangis. Tak tahu apa yang terjadi.
Rena
beranjak memeluk Tante Mira.
“maafin
aku mah” ucap Rafa diiringi tangis.
“apa
yang terjadi? Rafa! Rena!” ucap tante Mira menangis tak henti.
“plis
Ren, telfon polisi! Gue mohon” pinta Rafa dengan muka cemas.
Dengan
ragu Rena mengangkat gagang polisi menekan nomor telefon kantor polisi.
Rena
masih ragu dan meminta maaf kepada Rafa dan tante Mira.
Tante
Mira terus menangis tak henti.
“maaf
tante” ucap Rena diiringi tangis.
“halo?
Pak polisi?”
Kini
semua misteri terungkap. Mayat Dina yang kini tertinggal tulang belulangnya
sudah dipindahkan keluarganya ke pemakaman umum.
Keluarga
Dina menerima dengan lapang dada misteri setahun yang baru terungkap itu.
Kini Rafa
mendekam di penjara. Baginya ini yang terbaik daripada harus dikejar oleh rasa
takut akan rasa bersalahnya waktu silam.
Tante Mira akhirnya mengerti permasalahannya.
Ia menunggu Rafa kembali dari jeruji besi kuat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar